Ada Kemudahan dibalik Kesusahan

Selepas kuliah, saya pernah merasa ‘lelah.’ Hidup saat itu entah kenapa terasa susah. Padahal biasanya, orang kalo kelar kuliahnya pasti langsung plong bahagia. Tinggal cari kerja, buka usaha, atau nikah. Tapi tidak dengan saya. Setidaknya saya yang dulu. .

Sejak kepergian kaka dan bapak, hidup memang amat berat. Saat itu, yang ada dihadapan dan dipikiran saya adalah kesusahan, bagaimana caranya bertahan hidup, dan rasa bersalah kepada mama juga adik saya. (maklum saat itu pikiran saya masih cemen).

Sampai akhirnya saya tidak sengaja mengenal ISCO, Indonesia Street Children Organization. LSM yang percaya bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan formal. Dalam hal ini, anak-anak jalanan.

Saat itu, project officer ISCO, mba Merry, mengajak saya mengikuti kegiatan beliau sehari-hari. Mulai dari kantor ISCO, sekolah, sanggar, sampai ke kawasan kumuh tempat anak-anak ISCO tinggal. Dari situlah mata dan hati saya lebih terbuka, betapa banyak orang yang hidupnya jauh lebih susah. Dan betapa saya amat sangat ingin membantu mereka. Namun apa daya, pekerjaan tak punya, penghasilan apalagi.

Kala itu, saya hanya bisa menjadi volunteer yang sekadar menemani, berbagi cerita, dan canda tawa. Berharap saya bisa sedikit mengurangi kesusahan mereka.

Dan percaya ga percaya, Alloh pun mengurangi kesusahan saya. Memudahkan segala urusan dalam mencari pekerjaan, dan mengembalikan saya ke ‘trek’ yang benar.

5 Blogger Favorit

Pertanyaan kesembilan dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPNblogchallenge2018 ini.

Sekian lama wara-wiri di dunia blogging, banyak blogger yang saya stalking blognya sekadar buat baca, cari inspirasi, atau belajar dari mereka. Meskipun begitu, namanya juga stalking, jadinya saya jarang meninggalkan komentar, lebih ke silent reader. Kalau diminta untuk memilih 5 dari ratusan blog di luar sana yang pernah saya sambangi, maka berikut inilah pilihan saya.

Dewi Nur Aisyah (Dewi Nur Aisyah)

Paling suka blogwalking ke blognya Dewi kalau hati ini butuh banget disirami dengan yang cerah-cerah, positif, dan menginspirasi. Pertama stalking dia di instagram, lalu jatuh hati dengan blog-nya. Suka dengan cara dia bercerita. Saya semacam mendapat siraman rohani.

Joshi Daniel (Joshie Daniel Photography)

Sejak kenal di dunia maya dengan yang namanya Joshie Daniel, saya pun jatuh hati. Bagaimana tidak, foto-fotonya tak sekadar indah, entah kenapa terasa penuh makna. Kalau soal bagus, jelas pasti bagus, secara fotografer tingkat dunia. Dari foto-fotonya pula, saya jadi pengen jalan-jalan, jadi semacam traveler (walaupun masih dalam bentuk niat aja).

Harindabama (What an amazing world!)

Ketika awal-awal menulis postingan berbahasa Inggris, blog harindabama ini jadi salah satu tempat saya berkaca dan belajar. Dia orang Indonesia, tapi bisa bikin blog berbahasa Inggris yang bagus. Saking bagusnya tulisan dia, saya jadi suka minder sendiri.

Ditambah lagi, blognya ini tentang travelling yang tidak hanya dipenuhi foto alam nan indah, tetapi juga sejarah atau kisah dibaliknya. Berat banget dah pokoknya. Berat dalam artian bermutu banget blognya, beda jauh sama blog saya yang masih… (isi sendiri setelah baca blog saya).

Mayo Wo (Mellow Mayo)

Sebagai salah satu penikmat fashion dan lifestyle, saya pun menyempatkan diri blogwalking ke beberapa fashion blogger atau beauty blogger. Nah, Mayo Wo ini salah satu blogger pertama yang saya ikuti sampai sekarang. I love her style, her choice of colors, outfit, and make up. Style-nya dia soft banget, girly banget, also cost a lot. Somehow, saya bisa melihat bagaimana style dia diaplikasikan ke wanita-wanita berhijab. I just love her.

Amelia Widy (Baddminton-Addict)

I just love badminton, a lot. Maklum dari kecil sering bersentuhan sama yang namanya dunia badminton. Bukan semacam mantan atlet gitu ya. Cuma saja, di komplek tempat saya tinggal semasa kecil, ada lapangan badminton yang tiap hari hampir selalu dipakai bermain badminton, pun begitu dengan pertandingan badminton, meskipun kadang hanya tingkat komplek atau RT/RW.

Jadilah, saya sering baca blognya Amelia Widy ini. Fotografer PBSI yang selalu ikut kemanapun para pahlawan badminton berjuang. Hasil jepretannya ga usah diragukan lagi. Lihat saja bagaimana foto-foto Marcus Fernaldi Gideon, Kevin Sanjaya Sukamuljo, Fajar, Rian, Hendra, Aksan, Owi, Butet, Ginting, Gregoria, Greysia, dll. viral di dunia maya. Suka sama gaya bahasanya yang kekinian yang terkadang membuat saya ngakak dan geleng-geleng kepala.

Nah, setelah saya lihat lagi, 5 blogger yang disebut di atas sedikit banyak menyajikan tema blog yang saya sukai. Memang ya, kalau kita blogwalking ya pasti ga jauh-jauh dari apa yang kita sukai atau based on our interest. Itulah mengapa, yang favorit bagi saya, mungkin tidak bagi anda.

5 Barang Yang Selalu Ada di Tas Melly

Pertanyaan kedelapan dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPNblogchallenge2018 ini.

Finally, the easiest question so far. Apa sih 5 barang yang selalu ada di dalam tasnya Melly. Kalau ini sudah pasti mudah dijawab. Tinggal ambil tas, keluarin isinya, tulis deh disini.

Petunjuknya adalah barang-barang ini jarang sekali keluar dari tas, ga pernah ketinggalan, dan meskipun ganti tas pasti judulnya cuma dipindahin aja.

Mereka ini semacam penghuni tetap. Walopun saya tulis 5 barang saja, pada kenyataannya, penghuni tetap tas biasanya berkisar 5-10 barang (banyak amat ya).

Dompet

Ya iyalah, nomor satu pasti dompet mau bagaimana pun bentuknya. Mulai dari dompet uang, dompet koin, dompet kartu, sampai dompet yang isinya struk-struk belanjaan, struk atm, atau tiket parkir yang tulisannya hampir pudar saking udah lamanya (kumpulin aja terus dalam dompet).

Handphone dan sahabatnya

Sebagai generasi yang hidup di jaman serba digital, barang wajib yang selalu ada di tas pastilah handphone (apapun merknya berapapun jumlahnya) beserta sahabat karibnya macam charger, earphone, atau powerbank. Apalah arti hidup ini tanpa handphone dan charger, ya kan.

Payung

Untungnya saya punya payung lipat imut, oleh-oleh dari Fitri, yang muat dimasukkan ke hampir semua ukuran tas. Payung ini wajib hukumnya dibawa karena bisa dipakai dalam segala cuaca.

Saat cuaca panas, supaya kulit tidak menghitam dan make up tidak luntur kepanasan. Saat cuaca hujan, ya supaya ga kebasahan mukanya, walaupun sebagian badan mah pasti kebasahan secara payungnya imut.

Cuaca berangin, untuk mellindung wajah dari debu-debu yang beterbangan dan mata supaya tidak kelilipan.

Tapi pastikan payungnya sekuat punya saya supaya tidak malu karena payungnya terbawa angin dan berubah bentuknya ke arah sebaliknya, jadi semacam payung megar, mekar, merekah.

Pulpen

Pulpen pasti selalu ada di dalam tas, walaupun termasuk jarang digunakan. Anggap saja sebagai persiapan untuk nulis, tanda tangan (macam artis aja ada yang minta tanda tangannya), isi survey atau kuesioner, isi kupon berhadiah, nulis amplop kondangan atau sumbangan.

Make up atau skin care

Biasanya di dalam tas ada salah satu make up atau salah satu skin care yang ga lupa dibawa.

Suatu hari, 1 pouch lengkap make up (lipstick, bedak, foundie dll.) atau skin care (sabun muka, pelembab, sunscreen, obat jerawat dll.) dibawa semua kalau tasnya gede.

Di lain hari terkadang cukup lipstick dan bedak saja. Lain hari lagi, sabun muka dan sunscreen saja.

Nah, itu dia 5 barang yang selalu ada di dalam tasnya Melly. Kalau kalian gimana?

5 Tempat Makan Favorit

Pertanyaan ketujuh dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPNblogchallenge2018 ini.

Nah, pertanyaan ketujuh ini kedengarannya gampang, tetapi lumayan susah buat saya, meskipun saya ini masuk dalam kategori pemalu alias PErempuan MAkan meluLU. Kenapa susah? Karena saya ini termasuk tipe pemakan segala, apa aja boleh, dimana aja boleh, asal kenyang dan enak, apalagi gratisan.

Cuma sayangnya, saya juga termasuk tipe pemakan yang moody-an (ternyata bukan cuma suasana hati doang yang moody ya), tergantung lagi pengen makannya apa.

Misalnya diajak makan enak, banyak, atau terkenal, bahkan gratisan alias di traktir, kalau lagi ngga pengen ya udah ga ikutan atau ikut tapi makan seadanya.

Tapi kalo lagi pengen makan sesuatu terus kesampaian, jangan ditanya seberapa banyak yang bisa saya makan. Sekilas saya kaya orang ngidam ya. Tapi engga kok, beneran.

Makanya, memilih 5 tempat makan favorit jadi susah. Secara, terlalu banyak pilihannya.

Tapi namanya juga tantangan yang harus dijawab, akhirnya saya putuskan memilih 5 tempat makan yang paling berkesan buat saya dan layak kalian coba.

Nasi Uduk Mpok Iyoh

Jalan Pahlawan No.95, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Cemp. Putih, Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten 15412

Sebagai blasteran Betawi Jawa, saya punya hubungan dekat dan ikatan batin yang kuat dengan Nasi Uduk dan teman-temannya. Sedari kecil sampe sekarang, hari-hari senantiasa dihiasi oleh keberadaan nasi uduk.

Dari sekian banyak jenis nasi uduk dengan pelengkap yang berbagai rupa, yang paling favorit bagi saya adalah Nasi Uduk dengan tambahan semur (kentang, tahu, tempe, jengkol), sambel kacang, emping, dan gorengan.

Disepanjang perjalanan hidup saya, Nasi Uduk Mpok Iyoh inilah yang paling juara. Bayangkan saja, sepiring nasi uduk dengan kuah semur dan tahu tempe jengkol, ditambah ayam kampung yang digoreng atau empal daging, dengan 2 macam sambel yang pasti juara rasanya. Enak pake banget. Kalau udah makan nasi uduk ini, bakalan nagih.

Untungnya, lokasi warung ini cukup dekat dari rumah. Jadi kalau lagi pengen, tinggal cuss berangkat. Yang musti diingat, warung ini tidak buka di pagi hari dan kadang tidak sampai malam hari karena sudah habis terjual.

Apalagi kalau Ramadan tiba, jangan coba-coba datang mendekati atau pada jam buka puasa, bisa-bisa tidak kebagian, sudah ludes terjual.

Warung Nasi Pak Ni’ih

Jl. Merpati, Ciputat, Ruko Seberang Gang Sawo

Warung nasi ini sebenarnya layaknya warung nasi biasa. Cuma memang masakannya lebih banyak yang khas dari Jakarta alias Betawi banget.

Mulai dari sayur asem, pecak ikan atau oncom, pindang, soto betawi, sayur santan yang pake trubuk, berbagai ikan goreng, sop iga, gorengan, dan banyak lagi. Lumayan, kalau saya lagi kangen masakan yang sering saya makan di masa kecil saya dan asli betawi-nya kerasa, Warung Nasi Pak Niih tempatnya.

Selain enak, harga yang terjangkau, dan banyak pilihan, kita pun bisa mengambil nasi sebanyak yang kita mau. Maklum nyendok sendiri macam prasmanan.

Kecuali kalau kita mau take away alias dibungkus, akan ada mpoknya yang ambilin buat kita. Warung ini selalu ramai dikunjungi, apalagi pada jam makan tiba.

Bakmi GM

Restoran ini sebenarnya tidak terlalu istimewa dibandingan restoran bakmi lainnya yang banyak menjamur di Jakarta. Tetapi, bagi saya, ini adalah restoran bakmi yang penuh kenangan dan tak tergantikan.

Betapa tidak, pertama kalinya saya makan di restoran ya di Bakmi GM ini. Dulu, almarhum Bapa mengajak kami sekeluarga (saya masih kecil banget sampai ingat ga ingat) makan di Bakmi GM (yang di pusatnya kalo ga salah) tanpa rencana tanpa pemberitahuan.

Alhasil, saya, adik, dan almarhum kaka dengan tampilan seadanya (kaos belel, celana pendek lusuh, sendal jepit yang udah tipis dan aus, rambut kusut, muka dekil abis main) masuk dengan tidak pede-nya ke restoran yang saat itu dipenuhi orang-orang dengan tampilan mereka yang cantik, ganteng, rapi, dan bersih.

Tetapi, saat itu almarhum Bapa dengan santainya ‘mengajarkan kami” untuk pede dan menjadi diri sendiri. Mengajarkan kami bahwa kita semua sama dan punya hak yang sama.

Toh mereka semua yang makan di restoran itu pun, tidak ngurusin atau keberatan dengan keberadaan kami. Ketidakpedean itu muncul dari dalam pikiran kami sendiri. Dan saya ingat, betapa Bakmi Cah Daging dan Cabe yang saya pesan saat itu terasa sangat amat nikmat.

Sampai sekarang almarhum Bapa sudah tidak bersama kami, sesekali, kami sekeluarga (saya, adik, dan mama) masih menyempatkan makan di restoran ini. Lagipula, makanan di restoran ini pun cukup enak dan terjangkau.

Omah Solo

Jl. TB Simatupang No.71A, RT.10/RW.1, Cilandak Tim., Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12430

Dulu pertama makan di tempat ini, suka banget dengan atmosfirnya yang Jawa banget. Namun sayangnya, setelah adanya pelebaran jalan, imbas dari adanya jalan tol Depok-Antasari, suasana Jawa di tempat ini jadi berkurang karena terpaksa harus direnovasi.

Meskipun begitu, restoran ini masih menjadi pilihan karena makan dan minuman yang disajikan masih sama seperti dulu, enak dan menggugah selera. Makanan favorit saya disini antara lain. Soto Nggading, Tengkleng kuah dan Tengkleng bakar.

Sementara minuman favorit adalah teh poci yang disajikan menggunakan poci yang terbuat dari tanah liat dan es leci.

Pare’gu

Jl. Sultan Iskandar Muda No.20, RT.2/RW.9, Kby. Lama Sel., Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240

Pilihan terakhir jatuh ke restoran Jepang bernama pare’gu. Restoran ini mengusung “all you can eat” alias makan sepuasnya. Pertama ke restoran ini, sungguh tidak terasa atmosfir Jepang, karena memang tidak didesain seperti restoran Jepang pada umumnya. Dengan tampilan rumah minimalis klasik, sama sekali ga keliatan kalau restoran ini menyajikan makanan jepang macam shabu-shabu.

Sejauh ini, dari beberapa restoran all you can eat yang pernah saya datangi, Pare’gu ini masuk dalam jajaran top list. Patut dicoba pokoknya.

5 Fakta Tentang Melly


Pertanyaan keenam dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

5 facts about Melly. Agak bingung juga kalau mau narsis menceritakan diri sendiri. Bukan apa-apa, soalnya banyak yang mao dinarsisin, sementara yang ditanyakan terbatas, cukup 5 saja.

Jadi mikir, apa ya fakta yang jarang orang tahu tentang Melly. Mari kita lihat.

(1). Melly itu suka banget nonton.

Mulai dari nonton film bioskop, nonton drama TV, nonton anime, nonton kartun, nonton acara musik, nonton wayang, nonton orang, nonton fashion show, sampai nonton layar tancep pun ga masalah, pokoknya nonton apa aja asal judulnya nonton.

Tapi, jangan coba-coba ajak nonton yang namanya film horor aseli Indonesia, pasti langsung ditolak. Cuma satu ini genre yang dihindari. Kalo ditanya kenapa? Gimana ya, hantu Indonesia tuh serem-serem banget dibandingin sama hantu Luar Negri, belom lagi, berasa deketnya.

Maklum, punya pengalaman buruk abis nonton film jelangkung dulu. Ngeri abis. 

(2). Melly itu cinta sama yang namanya tidur.

Tidur jadi semacam terapi dan relaksasi. Tidur dimana aja, dan kapan aja. Tidur sambil berdiri di bis, pernah. Tidur sambil berdesakan di kereta, pernah. Tidur diangkot sampe kebablasan ke terminal akhir, pernah. Tidur pas diboncengin di motor, pernah juga. Tidur di rumah, apalagi.

Kalo udah dibawa tidur, bawaannya semua terasa plong, lega.

Itulah mengapa, kalau sampai kurang tidur atau ga bisa tidur, bisa fatal akibatnya. Bisa merembet kemana-mana efeknya, ya emosi, ya penyakit, ya pikiran, ya nafsu makan, ya… begitulah. 

(3). Melly itu pemakan sayuran.

Ga pandang bulu, semua jenis sayuran doyan. Sebut aja poh-pohan, kecipir, oyong, pare, pete, labu, terong, dan teman-temannya.

Mao bentuknya lalapan, oseng-oseng, sayur bening, sayur santan, salad, keripik, cap cay, sop apapun itu, pasti dilahap.

Pernah ada suatu masa, kalo makan di restoran atau warung pasti pesannyabyang berbau sayuran. Kalau ada yang ga mau sayuran, pasti dilemparnya ke saya.

(4). Melly itu mellow.

Bisa dibilang, gampang banget nangis kalo liat yang sedih-sedih. Walopun sekarang dah bisa nahan alias jaim kalo didepan orang.

Bayangin aja. Nonton topeng monyet, sedih. Liat drama korea yang ceritanya tragis, sesenggukan dan nyesek. Denger lagu sendu, mata berkaca-kaca. Ketemu orang susah, diem kepikiran. Mellow banget dah pokoknya.

(5). Melly itu Red. Red itu Melly.

Itu tagline yang dicetuskan di jaman kuliah dulu. Waktu itu ada temen yang fanatik sama warna ungu. Apa-apa serba ungu. Beneran dah.

Kemudian, baru saya sadar dan berkaca, kalau saya apa-apa serba merah. Baju merah, tas merah, sepatu merah, rok merah, peralatan tulis merah, bandana merah, iket rambut merah, merah merah dan merah lagi.

Nah lo. Dirunut ke balakang, masa kecil sampai remaja saya dipenuhi barang-barang dan pernak-pernik berwarna merah. Alamak, sadar ga sadar, saya ini penyuka (kalau ga mau disebut penggila) warna merah.

Tentang Social Media: Antara Benci dan Cinta

Pertanyaan kelima dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

Kalau bicara tentang social media atau media sosial alias medsos, agak dilema bagi saya.

I have some kind of hate and love relationship with social media. Bisa dibilang, hubungan saya dan medsos ini antara benci dan cinta, cinta dan benci, begitu seterusnya.

Sejak internet mudah sekali diakses dan dimulainya era digital, medsos pun merajalela. Dalam artian, banyak platform medsos yang bisa saya pilih dan pergunakan.

Sebut saja friendster yang jadul banget, twitter, facebook, tumblr, path, pinterest, line, wa, linkedin, instagram, vingle, lookbook, dan banyak lainnya.

Dan jujur, semuanya pernah saya coba.

Maklum saya ini penasaran dan pernah juga punya banyak waktu luang alias pengangguran. Di sela-sela masa pencarian karier, medsos pun menjadi mainan sehari-hari.

Sejak mengenal dan bermain dengannyalah muncul rasa.

Cinta, pada awalnya. Bisa nambah teman, terkoneksi dengan teman lama atau yang jauh lokasinya, nambah banyak sekali pengetahuan, nambah kosa kata khas obrolan di medsos, juga nambah pengetahuan baru.

Lama-kelamaan, layaknya seleksi alam, satu-persatu medsos yang saya gunakan pun hilang. Ada yang memang hilang karena kalah pamor, ada yang memang sengaja saya hilangkan dari kehidupan saya.

Kemudian muncul rasa benci, karena saya merasa kalau medsos mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Kesel rasanya melihat orang disebelah atau didepan saya sibuk dengan medsos di handphone nya.

Sungguh, saya merindukan masa dimana ketika berkumpul, saling bersenda gurau, bercakap-cakap, tertawa, dan saling menatap.

Kembali cinta, karena medsos membuka mata saya akan luasnya dunia, keindahan dan kejelekannya. Medsos membuat saya bisa merengkuh dunia dan menghubungkan saya ke seluruh belahan benua, selama internet itu ada.

Benci lagi, karena medsos membuat saya seakan kecanduan. Tidak ada hari dimana saya tidak menyelipkan sedikit waktu saya mengintip medsos melalui hp.

Cinta lagi, karena medsos bisa saya gunakan untuk menyebarkan banyak kebaikan melalui berbagai media.

Benci lagi, saat saya hampir selalu disuguhi berita negatif, hoax, dan postingan yang sama sekali tidak membangun.

Begitu seterusnya, kadang cinta kadang benci, kadang benci kadang cinta.

Tapi, tidak mengapa.

Kalau hanya cinta saja, maka lama-kelamaan medsos akan menjerat kuat hidup kita, tak akan bisa hidup tanpanya.

Kalau hanya benci saja, maka kita akan tertinggal dan lama-lama tergilas jaman.

Karena diakui atau tidak, dipungkiri atau tidak, mau atau tidak mau, di era digital sekarang ini, medsos tidak akan pernah bisa lepas dan dipisahkan dari kehidupan kita.

Kenapa Gabung Di Blogger Perempuan Network?

Pertanyaan keempat dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

Kenapa saya gabung di Blogger Perempuan Network? Saya jawab, “Kenapa engga?” Saya blogger (cie ngaku blogger) dan saya perempuan. Jadi pas banget rasanya kalo gabung komunitas ini.

Ketika lagi blogwalking di suatu hari, saya ga sengaja mampir di satu blog yang memajang banner Blogger Perempuan (BP). Saya klik dan sampailah di website-nya.

Pertama, Wow. Banyak blogger disini, pikir saya. Kayanya seru ni kalo gabung dan bisa kenalan sama blogger-blogger lain yang notabene perempuan. Setidaknya, kalo sesama perempuan, biasanya blog-nya rada-rada mirip satu sama lain, sehati gitu istilahnya.

Liat-liat lebih dalam di website-nya, saya jadi yakin, pastinya bisa nambah ilmu perbloggingan, nambah temen, dan nambah traffic juga (kalo ini baru saya ngerti belakangan).

Ditambah lagi, pas awal gabung, saya sempat dapat voucher dari BP, lumayan banget buat tambahan belanja. Disitulah saya sadar, dari blog, kita bisa dapat manfaat lain, selain kepuasan akan menulis dan bercerita. Bisa jadi berupa hadiah dari sebuah kompetisi menulis atau bisa juga hasil review product dan lainnya.

Terakhir, kenapa ya saya gabung di BP? Kayanya keren aja jadi bagian dari suatu komunitas blogger. Bisa pajang Banner BP di blog sendiri itu rasanya sesuatu banget. Kerennya dapet, prestige nya apalagi.

Jadi, itulah mengapa saya sampai sekarang menjadi bagian dari keluarga besar Blogger Perempuan Network.

Kenapa Nama Blognya “A Transient Wanderer”?

Pertanyaan ketiga dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

Umumnya, nama domain blog atau alamat blog sekaligus menjadi nama blog. Which is I plan to do so in the near future. Tapi, sampai sekarang ini, tidak dengan saya. Nama domain blog saya hanya sekadar alamat saja, sementara nama blog saya, “A transient wanderer.”

Kenapa harus “A transient wanderer”? Pakai bahasa Inggris pula.

Awalnya memang salah satu tujuan membuat blog ini adalah mengasah kemampuan bahasa Inggris saya yang masih pas-pasan, makanya nama blog-nya juga gegayaan pakai bahasa Inggris. Dan karena saya pikir bahasa Inggris adalah bahasa yang universal (universal language) yang bisa dimengerti sebagian besar penghuni jagad bumi ini, lalu kenapa tidak, memilih nama blog berbahasa Inggris.

Setelah gonta-ganti nama blog dan proses pemikiran yang panjang selama bertahun-tahun saya menulis blog. Tercetuslah frase “A transient wanderer.” Spontan, saya langsung “Wow, kayanya keren ni nama.” Cus langsung browsing apakah nama blog ini sudah ada yang ambil. Waktu itu, kayanya belum ada jadi sok atuh nama blognya diresmikan sebagai “A transient wanderer.”

Idenya adalah, saya ini pengembara (aih puitis amat ya) di dunia yang hanya sementara saja, bahkan bisa dibilang sekejap mata.

Mengembara kemana sih?

Ya mengembara kemana saja, tidak hanya ke suatu tempat macam travelling, tapi juga dalam artian melakukan perjalanan hidup. Terkesan berat ya? Padahal engga. Intinya, ketika saya jalan-jalan, pergi ke suatu event, bekerja, melakoni hobi saya, semuanya hanya dalam waktu tertentu, sebentar saja. Bukan sesuatu yang permanen dan dalam jangka waktu yang lama.

Makanya isi blog saya ya gado-gado, seputar perjalanan hidup yang sementara itu. Saking sementaranya, sampai saya takut lupa. Inget kan di postingan sebelumnya “Kenapa menulis blog” kalo saya ini pelupa. Makanya perjalanan sementara itu dijadikan tulisan lalu diposting di blog ini.

Lantas, apakah ingin pakai nama blog “A transient wanderer” untuk seterusnya? Bisa jadi iya bisa jadi engga. Hidup itu kan ga mudah ditebak, apalagi sebuah blog. Yang pasti, hingga saat ini, saya masih istiqomah dengan nama blog ini dan belum ingin menggantinya.

But, in the future, who knows.

Apa Sih Tema Blog Yang Disukai?

Pertanyaan kedua dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

Tema ya? Kalau ngebahas masalah tema, suka susah jawabnya. Apalagi kalau ditanya tema yang paling disukai, yang berarti cuma bisa pilih satu. Untungnya, disini yang ditanya cuma yang disukai, yang berarti boleh dong ya jawabannya lebih dari satu.

Tema yang saya suka, sebelum saya jabarin di sini, pastinya dengan mudah ketebak jawabannya. Ya iyalah, jelas terpampang nyata di menu atau kategori postingan blog maupun instagram saya. Travel alias jalan-jalan, Fashion, Buku, Drama, Korea, Japan, Educating kids dan lainnya. Banyak ya. Iya, emang banyak.

TRAVEL

Dari kecil suka banget jalan-jalan, walaupun jalan-jalannya ga sekeren, seheboh, dan sefantastis para travel blogger diluar sana. Alhasil, suka nulis dan baca-baca postingan tentang travelling.

FASHION

Tertarik banget sama yang namanya dunia fashion, mulai dari style, tren, fashion show, dan apapun yang berkaitan sama fashion. Mungkin karena mama saya bisa jahit, jadi sedikit banyak saya jadi tertarik fashion. Para fashion blogger, beauty blogger, dan fashion enthusiast pun jadi inceran stalking saya.

BUKU

Kalo yang ini, emang hobi banget. Sampe ikutan gabung di goodreads. Saya suka baca dari kecil juga. Almarhum Bapa dari dulu emang ‘maksa’ anak-anaknya untuk baca. Sampai-sampai dulu langganan koran dan majalah Gadis, Bobo, sampai Hai. Bahkan komik jepang sampe buku novel pun, kalau kami minta, pasti dibeliin. Makanya, jangan heran kalau dirumah, banyak buku bertebaran. Lain halnya kalo mainan, musti ngebujuk beliau dulu, itupun ga selalu dibeliin.

DRAMA

Sebagai salah satu wanita galau di dunia, tentunya ga lengkap kalau hidup ga ada yang namanya drama, meskipun sebatas nonton drama. Apapun jenisnya, dari manapun asalnya, kalau ceritanya bagus, pasti saya tonton. Mulai dari drama Thailand, Korea, Jepang, Amerika, Meksiko, Venezuela, Turki, India, Taiwan, China, dan Indonesia (bukan sinetron stripping jaman sekarang tapi ya, lewat kalo yang ini mah). Sampai sekarang masih belom bisa lepas dari jeratan karisma dan keindahan drama Korea alias kdrama.

KOREA DAN JEPANG

Jujur, 2 negara yang saya sebutin di atas emang punya tempat spesial di hati saya. Bukan berarti saya ga cinta Indonesia, Indonesia tetap nomor 1 buat saya. Hanya saja, kedua negara ini sudah menyentuh hidup saya sejak kecil.

Jepang, Almarhum Bapa bekerja di pabrik Textil yang kala itu banyak pegawainya yang merupakan orang Jepang. Seringkali saya bertemu mereka dan mendapat oleh-oleh dari mereka. Almarhum pun kerap mengenalkan kami kebudayaan Jepang, mulai dari musik, lagu, film, drama, majalah, komik, makanan sampai anime Jepang. Makanya wajar kalau anak-anaknya jadi ikutan cinta sama Jepang.

Sementara Korea, saya masih ingat kala itu drama Endless Love dan Winter Sonata ditayangkan di TV indonesia. Jaman dimana orang-orang belum se-hype sekarang kalo mendengar kata ‘Korea.’ Jaman dimana masih susah nyari temen yang bisa diajak cerita Korea. Jaman dimana, Amerika masih menjadi kiblat utama dunia hiburan dan tren anak muda kala itu (ketawan deh kalo sekarang udah ga muda). Jaman dimana belum menjamur para oppa-oppa dan unnie-unnie. Kalo ditanya kenapa segala sesuatu yang bertema Korea, bisa dibaca di sini.

Educating kids

Mungkin karena profesi saya saat ini berkecimpung di dunia pendidikan, terutama anak-anak, jadinya suka sama tulisan atau apapun itu yang berhubungan dengan pendidikan. Terlebih lagi, banyak sodara yang profesinya memang guru atau dosen, jadi kayanya terpengaruh juga dari mereka. Dan karena saya percaya, kalau pendidikan itu adalah yang terpenting untuk membangun dan memajukan sebuah bangsa.

Dan lainnya.

Itulah mengapa saya paling susah kalo ditanya tema blog yang PALING disukai. Itulah mengapa blog saya masih campur aduk, macam blogger pemula yang baru kenal dunia blogging. Saya masih belum bisa memilih 1 saja topik utama (niche) yang umumnya dilakukan para blogger profesional yang terkenal sejagad dunia maya. Hati ini masih labil dan galau untuk memilih satu saja dan melepas yang lainnya.

Meskipun, sekarang saya mulai menetapkan hati, tema mana sih yang paling saya suka. Yang bener-bener saya suka dibanding lainnya. Dan jujur, hal itu masih dalam tahap pencarian.

 

Kenapa menulis Blog?

Pertanyaan pertama dari 30 pertanyaan yang harus saya jawab di #BPN30daysblogchallenge2018 ini.

Kenapa ya saya menulis blog? Jawabannya sederhana, meskipun kedengeran klise, “ya karena saya suka nulis.”

Dari kecil, saya sudah terbiasa melihat orang tua menulis dan membaca. Ortu pun kala itu sering membelikan saya buku kecil semacam diary. Yang dulu katanya buat nulis apa aja terserah.

Jadi kayanya, dari situlah cikal bakal saya suka nulis sampai sekarang.

Lalu kenapa blog?

Kenapa ga nulis diary aja macam jaman ABG dulu atau nulis buku sekalian biar keren?

Nulis diary udah pernah, pada masa dimana komputer belom merajalela dan saya masih buta internet.

Nulis buku? Ngeri banget kedengerannya. Ilmu saya masih jauh untuk bisa nulis buku.

Terlebih lagi saya pernah bekerja sebagai seorang editor buku. Disitulah mata saya terbuka lebar, baru menyadari betapa proses membuat sebuah tulisan menjadi sebuah buku itu sungguh ga bisa dipandang sebelah mata. Amanah banget bagi saya untuk menulis sebuah buku yang kelak dibaca banyak orang. Jadi, menulis buku sepertinya masih jauh dari jangkauan saya, meskipun keinginan itu ada.

Lalu kenapa harus blog?

Karena saat itu saya baru kenal istilah blog dan lagi seneng-senengnya surfing di dunia maya. Baca-baca blog orang kesana-kemari, dan kepikiranlah “Enak kali ya punya blog. Buat tulis-tulis apa aja, semacam rekam jejak alias diary digital.”

Maklum aja, saya ini orangnya pelupa, jadi nulis blog semacam upaya saya buat nyimpen semua kenangan saya. Plus, mengetik dengan komputer jauh lebih mudah daripada harus mengetik dengan mesin tik atau bahkan menulis di atas kertas. Less energy needed. Sama sekali ga terlintas yang namanya jadi blogger terkenal, influencer, atau lainnya. Sama sekali ga kepikiran mengenai traffic, statistik, dan lainnya. Murni cuma karena pengen nulis.

Maka, mulailah perjalanan nge-Blog saya. Beberapa platform nge-Blog sudah jadi bahan eksperimen saya. Mulai dari blogspot, multiply, tumblr, vingle, dan banyak lainnya. Sampai akhirnya pilihan terakhir jatuh ke wordpress.com hingga hari ini.

Awalnya, nulis blog buat semacam terapi diri sendiri. Buat ngelepas segala carut marut yang ada di pikiran saya. Keluh kesah, cerita unfaedah yang ga ada manfaatnya pun pernah saya tulis. Kalo aja dulu sebutan anak alay sudah ada, Maka bisa dipastikan saya salah satunya. I was, I’ve been there, done that.

Lama kelamaan, ketika saya baca tulisan-tulisan saya ke belakang, mulailah rasa malu sekaligus ngerasa lucu itu timbul. Oh my goodness. “Apaan sih ini yang gue tulis” pikir saya kala itu. Tapi lucu juga, karena saya ngerasa dari tulisan di blog, sedikit demi sedikit saya bisa mellihat perjalanan pemikiran saya. Betapa saya terus bertumbuh, dari post demi post, hari demi hari, tahun ke tahun. Benar-benar sebuah rekam jejak.

Sekarang, mulai terpikir, kapan ya tiba hari dimana saya menjadi seorang blogger profesional. Walaupun saat ini baru sebatas niat aja. Masih banyak yang perlu dipelajari. Masih banyak yang perlu “dicuri” ilmu blogging-nya. Masih banyak keberanian yang perlu dikumpulin. Masih banyak lagi…

Sampai hari itu tiba, kalau masih ada orang yang tanya, “Kenapa sih elo nge-blog? Jawaban saya pun masih sama sederhana dan klisenya, “Ya karena gue suka nulis.”