Menghirup Aroma Menyengat Belerang di Kawah Putih Ciwidey

Kawah putih. Salah satu tempat wisata paling ngehits di daerah Jawa Barat. Lokasi ini menjadi sangat terkenal setelah muncul di berbagai film, video klip, pemotretan, hingga foto pre-wedding.

Pemandangan air beraroma belerang yang menyengat hidung, ranting pohon yang kering atau mati, dan kawah yang masih menyemburkan asap menjadi daya tarik utama kawah putih ini. Oleh karenanya, saya pun excited, setelah sekian ribu purnama berniat ke kawah putih, akhirnya terlaksana jua.

Dingin. Brrrr….

Kala itu suhu udara mencapai 17° C. Lalu ketika hari semakin sore dan hujan turun, suhu pun ikut menurun.

Bau.

Bau menyengat dari belerang menusuk hidung. Bagi saya yang indra penciumannya sangat sensitif, bau ini sangatlah mengganggu, bahkan setelah memakai masker, bau belerang masih sangat ada.

Kabut. Gelap.

Saat hujan turun, kepulan asap belerang, bau belerang, air hujan, dan kabut bercampur baur jadi satu. Sungguh pengalaman yang unik, namun menyiksa. Saya, adik, dan mama akhirnya memutuskan untuk segera pergi dan menikmati kawah putih dari ketinggian saja.

Tempat yang indah nan penuh kenangan. Sampai di kawah putih lalu hujan. Naik ke tempat tinggi lalu kaki ade terkilir hingga bengkak, padahal dia harus menyetir kembali ke Jakarta. Dan yang terparah, ditengah perjalanan pulang, hidung saya sakit, diikuti telinga yang tetiba berdengung dan seperti tuli.

Sesampainya di tol, saya merasakan sakit yang luar biasa di bagian telinga. Ketika batuk, saya mengeluarkan bercak darah. Tangis pun pecah seketika. Takut.

Sesampainya dekat rumah, saya dibawa ke UGD. Sayangnya, dokter jaga tidak berani mendiagnosa dan memberikan pengobatan. Saya pun diberi penghilang rasa sakit dan didaftarkan untuk menemui dokter THT keesokan harinya. Sementara adik saya, menahan sakit dan bengkak di kakinya. He just doesn’t like doctors, a lot.

What a trip to Kawah Putih! Fun, yet scary, for me. The thought of something could go wrong with my hearing definitely scared me, the most. And that particular night, I found myself crying to sleep, for it hurt too much. Even the pain killer didn’t do much.

Jungleland Adventure

Although it is called Jungle, it is not really a jungle, off course. Many often confuse between this jungleland in sentul and the other jungle in Bogor which is completely different. One is a theme park while the other is a water park.


Our adventure begins early in the morning. Me and my cousins joined my brother’s company gathering (thanks bro!) so it was absolutely free (happy me). At least, not until we arrived.

 It was full pack. We even parked in jungleland employees parking lot. So, we didn’t get the mandatory post in front of the jungleland’s globe because we entered through the employee’s gate. 


Inside, we were thrill, excited, and very aticipated. But, reality is almost always cruel than our hope. 

There were thousands peoples in bright blue clothes as far as we can see. My brother’s company gathering is not even close to the bluers. Much later on, we got information from the jungleland worker that there are also another company gathering. He made count and said, more than 9000 peoples in jungleland now.

Oh. my. God.

We are screwed.

All plans went through the air. Vanish. 

Many peoples only meant one thing though. A very long queque in each and every ride out there.

Did the fact made us backed off. Naaah. Whatever had to happen, so be it. 

We waited for almost one hour for each ride. And that made us afford only 6 rides from morning to afternoon. What an adventure it was.

Firstly, we rode an octopus. Not quite challenging, but quite okay.


Next, we met dinosaurs in a jurassic park vibe. Well, kind of. 






Okay, the ride make us giggling much since this is more appropriate for kids rather than us.

Next, we excitedly went to the ferris wheel.



The queque was unbelieveable so we skipped it first to ride the plane looks like. 

Off course, we had to wait, again for almost an hour. But, it was worth the wait. So freaking awesome ride.




Move forward, we wanted to play water related rides, high adrenalin rides, and off course a swing ride.

Much to our dissapointment, there were many rides did not operate. So, we decide to just capture the view around which was quite fun and stunning.










Lastly, right before we went home. We ride a water ship. The only kind of ride in Indonesia. As if we were in an ocean battlefield, we use water gun to shoot another ship. 

Love it, like pirates of carribean. As if I was Keira Knightley though.




Fortunately we went home after this. Because it made us all wet, literally. And just at the right time, rains started to pouring down, heavily.

Run run run run to the car. And that was how we ended our adventure in Jungleland.


Walk Around Bogor Botanical Garden (Kebun Raya Bogor)

Malam itu, kami mendadak berencana ke Kebun Raya Bogor (Bogor Botanical Garden). Keesokan harinya, kami pun bergegas mengejar kereta pagi menuju kota hujan, Bogor.

Sepanjang perjalanan dari Stasiun Sudimara hingga stasiun Bogor, saya habiskan untuk menikmati sepinya gerbong-gerbong kereta dari sesaknya manusia. Sesekali saya berseluncur di dunia maya untuk sekadar mencari tahu mengenai Kebun Raya Bogor (KRB). Saya pun terpaku pada salah satu website andalan saya mengenai Bogor, yaitu Lovely Bogor.

Sesampainya di kota Hujan, kami pun menyempatkan diri untuk sarapan sebelum melanjutkan perjalanan ke Kebun Raya Bogor. Sempat terpikir untuk mengikuti saran dari Lovely Bogor, yaitu berjalan kaki menuju pintu masuk kebun raya bogor sembari menikmati pemandangan dan gedung-gedung bersejarah di sepanjang perjalanan. Namun apa daya, terik matahari sungguh tidak bersahabat sehingga kami terpaksa naik angkutan umum.

Tak lama berselang, angkutan umum yang kami naiki tiba di pintu utama. Kesan pertama, “Waah, kapan ya saya dan keluarga terakhir kali mengunjungi tempat ini?” Tanpa mengingat jawaban atas pertanyaan saya itu, kami pun memasuki KRB dengan membayar tiket masuk sebesar 15 ribu per orang.

Memasuki KRB, saya pun menghirup udara sebanyak mungkin ke dalam paru-paru saya. Segarnya. Sejauh mata memandang, yang tampak hanyalah rimbunnya pepohonan yang menghijau.

What a lovely sight. Green scenery are everywhere.

Kalau Singapore punya Garden by the bays dan Singapore Botanic Garden, sementara Inggris punya Garden of England, maka Indonesia punya Bogor Botanical Garden (Kebun Raya Bogor) yang tidak kalah menarik, indah, dan penuh kenangan bersejarah. Hal itu bisa kita lihat dari usia KRB tahun ini yang menginjak usia 200 tahun.

WOW. Just WOW!

Berikut adalah sedikit dari banyak sudut-sudut indah di Kebun Raya Bogor.

Sesekali, kami pun mengabadikan keberadaan kami di KRB. Truly beautifully scenery. Dimulai dari Taman Meksiko di tengah KRB.

Lanjut ke sebuah jembatan yang tampak sepi dari lalu-lalang pengunjung. Ternyata jembatan merah nan cantik ini dikenal sebagai Jembatan Pemutus Cinta.

What a myth.

Terus berjalan dan berjalan lagi…

Di dalam KRB juga terdapat Istana Presiden yang dikenal dengan nama Istana Bogor. Di kejauhan, tampak istana bogor berdiri dengan gagahnya.

Mengingat KRB ini sangat luas, sangat mudah bagi kita untuk tersesat. Tapi jangan takut, di sini terdapat banyak penanda jalan yang menunjukkan ke mana kita harus pergi.

Menembus Hujan dan Kabut di Perkebunan Teh Gunung Mas

Menikmati suasana kebun teh di daerah Gunung Mas, Puncak mungkin terdengar biasa. Berjalan-jalan ditengah hamparan kebun teh, memanjakan mata dengan hijaunya dedaunan teh, sembari menghirup sejuknya udara pagi. Sesekali seorang guide menjelaskan perihal Perkebunan Nusantara 8 saat kita berhenti sejenak. Sungguh hal yang teramat biasa, setidaknya bagi saya.

Tapi, tidak pernah terbayangkan oleh saya untuk menikmati suasana kebun teh di Gunung Mas dalam keadaan hujan dan berkabut, di pagi hari pula. Dingin, sensasi utama yang paling saya rasakan.

Saat itu, Puncak diguyur hujan yang tak hentinya. Kabut pun turun menemani sang hujan. Rencana semula untuk tea walk sepanjang lebih kurang 4 km sambil menikmati hijaunya kebun teh pun terasa akan gagal. Suasana terasa gloomy dan membuat kami mager. Jarak pandang yang hanya beberapa meter saja semakin membuat kami ragu untuk melanjutkan rencana awal.

gunung-mas-15

Kalau saja, warung-warung di Gunung Mas tidak menjual jas hujan, enggan rasanya beranjak menuju perkebunan teh. Kenapa jadi jas hujan? Karena jas hujan itulah saya menjadi lebih bersemangat untuk melanjutkan rencana semula (maklum, saat itu saya sedang kurang sehat karena sehari sebelumnya, saya sempat demam dan flu berat).

Namun, ternyata Ide untuk ‘main hujan-hujanan’ sungguh membuat saya excited. Kapan lagi hujan-hujanan di tengah perkebunan teh di ketinggian 800-1200 m di atas permukaan laut yang dipenuhi kabut, pikir saya dalam hati. It will be so much fun!

gunung-mas-1

Benar saja, sangat menyenangkan.

Menembus hujan dan kabut, melawan udara dingin yang menusuk kulit, melewati sungai yang alirannya sangat deras, dan sesesekali berhenti untuk selfie, wefie, mendengarkan penjelasan sang Guide, atau hanya sekadar menikmati keindahan alam di perkebunan Gunung Mas.

gunung-mas-4

gunung-mas-12

gunung-mas-10

gunung-mas-2

Mempesona. Breathtakingly beautiful. Natural art.

Ditambah lagi dengan jalanan yang terbilang tidak biasa. Perjalanan kali ini lebih tepat disebut sebagai mountain tracking daripada tea walk. Menyenangkan!

Perjalanan turun pun tidak kalah mempesona. Melalui jalanan berbatu yang diapit rumah-rumah penduduk Gunung Mas. Masih ditemani hujan dan kabut. Saya merasa sedang berada di sebuah Negri di Atas Awan.

gunung-mas-18

gunung-mas-19

Di salah satu rumah itulah kami beristirahat untuk melepas lelah dan sholat zuhur. Di sini pula kami menikmati sebungkus cilok terenak yang pernah saya makan, semangkuk mie rebus, dan secangkir teh putih panas hasil perkebunan teh gunung mas.

Perjalanan berlanjut, dan kami pun bersiap untuk kembali ke penatnya dan panasnya Ibukota tercinta, DKI Jakarta.

Kami pun sempat bernarsis ria dengan jas hujan kebanggaan kami. Sungguh berwarna. Kami tampak seperti para Hobbit. Tapi kalau dipikir-pikir kembali, kami pun tampak seperti para Teletubbies.

Pagi di Eco Art Park dan Pasar Ah Poong Sentul

MAYDAY! It means Holiday!

Finally, we had a 3 days break from our daily routine. So we decided to get out from Jakarta and runaway to Bogor.

Rencana awal kami cuma ke Bogor. Entah mau ke mana sesampainya di Bogor. Sampai pada akhirnya, surfing di dunia maya dan terpaku sama yang namanya Eco Art Park Sentul.

Aneh juga sebenarnya. jauh-jauh naik kereta ke Bogor tapi balik lagi ke arah Sentul. Sebenarnya, kami ingin naik kereta saja. Sok gaya menjadi Walang alias Wanita-wanita petualang.

Berbekal persenjataan smartphone, power bank, dompet, dan tongsis. Meluncurlah kami ke Bogor. Sehubungan dengan rumah kami yang saling ‘berdekatan’ jadilah kami ketemuan di stasiun Bogor.

Selama perjalanan di kereta, saya mencoba mencari info transportasi ke Eco Art Park Sentul dari Stasiun Bogor. Klik! ketemulah saya dengan blog otakotakbule yang pada akhirnya menjadi pegangan saya menuju TKP.

Untuk menuju taman ini, dari stasiun Bogor, keluar kemudian belok kiri sampai ke depan Matahari department Store. Lalu naik angkot hijau bernomor 03 menuju Terminal Baranang-siang (Rp. 4000). Turun di depan pool bis Trans Pakuan (di depan terminal). Naik Trans Pakuan turun di depan Mall Bellanova (Rp. 6000). Kemudian kita menyeberang, belok kiri dan berjalan menuju lokasi.

Wah, sesampainya di sana, kami langsung disambut berbagai patung yang ‘naked.’ Beruntungnya kami, taman masih dalam keadaan sepi. Maklum, kami berangkat saja balapan sama bangunnya ayam. So, it really fresh to be there. Fresh air. Inhale… Exhale… Deep…

We start our refreshing morning walk from Taman Patung.

Taman Patung ini terletak di belakang kantor pemasaran Sentul City. Sesuai namanya, di bagian taman ini dapat kita temui belasan patung yang konon katanya dibuat oleh perupa dari beberapa negara, di antaranya Salvador Dali dari Spanyol dan Botaro dari Korea.

Selain patung, ada juga bangku taman yang unik. Yang membuat jiwa narsis kami membuncah untuk berfoto bak model. Lumayanlah untuk melatih keahlian kami memakai tongsis biar makin gape. Maklum masi awam.

Puas berfoto ria, kami menaiki jembatan penuh kelok menuju Taman Sains.

Pemandangan dari atas jembatan sungguh memanjakan mata. Setidaknya, masih ada hamparan berwarna hijau di sana-sini. Sekali lagi maklumi saja, kami biasa melihat beton di kanan-kiri jembatan kalau di jakarta.

Mumpung sepi, kami putuskan beristirahat sejenak di pojok jembatan sambil menikmati pemandangan pepohonan nan hijau dan gemericik sungai di kejauhan.

Sampai di ujung jembatan, kami melewati restoran Mang Kabayan. Ah, saya jadi teringat kangkung ngebul khas mang Kabayan. Laper. Sayang-disayang, kami cuma lewat doank.

Lalu sampailah di Taman Sains. Seru juga belajar sains dengan cara yang menyenangkan, penuh warna-warni dan dikelilingi taman yang indah. Untuk mengetahui lebih lengkap peralatan sains apa yang ada di sini, silakan klik liburananak.com.

Disini juga ada Mini Open Theatre. Sayangnya, tidak ada kegiatan di teater tersebut pada saat kedatangan kami ke sana.

Kemudian, Dwi dengan semangatnya, mencari robot yang menjadi salah satu trademark di taman ini. Ketemu juga pada akhirnya.

Hmm… di mana ya Pasar Ah Poong-nya? Ternyata sudah ada di depan mata, sambil melewati restoran Warung tekko yang cantik, Saung madu, dan jembata, sampailah kami di pasar Ah Poong.

Ternyata Pasar Ah Poong ini semacam Food Court. Dulunya, benar-benar ada Pasar Apung di sini, tapi entah kenapa sekarang sudah tidak ada lagi. Puas dari food court kami melewati Jembatan Merah yang ternyata adalah Jembatan Gantung. Seru. Sengaja kami goyang kanan goyang kiri bak anak kecil amin di Outdoor Playground-nya Highscope biar makin goyang jembatannya.

Oke, ada jembatan. Lagi. Jembatan berwarna biru, tapi kami lewati saja. Kami lebih tertarik menaiki perahu untuk sekedar mengelilingi Pasar Ah Poong.

Berkenalanlah kami dengan Mang Ajay, yang dengan semangat dan ramahnya menjadi pendayung perahu kami. FYI, untuk naik perahu ini bayar sukarela loh. Enak kan. Kami memang suka yang gratisan dan sukarela.

Sambil berimajinasi, kami sedang berlayar di dalam kota Venezia, Italia. Ah, indahnya. Padahal mah, puanas bo! payung mana payung! sunglasses mana sunglasses! sunblock mana sunblock! teriak kami dalam hati masing-masing.

Teriknya sang mentari, membangunkan kami dari mimpi. Mang Ajay pun kembali membawa kami menepi. Dengan sedikit menggoda sesekali, meninggalkan kami sendiri dalam perahu ini. Aaah, mang ajay… Jangan biarkan kami mengapung sendiri… lebayyy.

Dan selesailah kami ngebolang di taman yang indah dan lengkap ini. Sepanjang perjalanan pulang, bersyukurlah kami datang di pagi hari. Karena semakin siang, pengunjung semakin ramai.

Sampai di sini, pulanglah kami. Nope! matahari masih tinggi menjulang kawan, perjalanan Walang pun masih panjang. Lanjut ke… Kota Tua di tengah Jakarta.

Berkeliling Taman Buah Mekarsari

I love fruits. Any kinds of fruits. You may say I am a fruit lover.
So, when my family suddenly decided to visit Taman Buah Mekarsari (Mekarsari fruits park), I am gladly join them.

Terlebih lagi sudah bertahun-tahun lamanya sejak terakhir kali saya mengunjungi taman ini bersama Almarhum Bapa.

2014-05-26-23-28-55_deco

Hari itu, cuaca panas sedang menyelimuti ibukota Jakarta. Ketika tiba-tiba, kami memutuskan ke Taman Buah Mekarsari. Jadilah kami mendadak berangkat, dengan modal nekat.

Untuk memasuki taman ini, kita dikenakan biaya 25 ribu per orang. Tiket tersebut merupakan tiket masuk saja. Kalau kita ingin berkeliling taman naik kereta wisata, bermain air di danau, ingin menanam atau memanen buah, maka akan ada biaya tambahan untuk setiap aktivitas tersebut.

dsc_9503dsc_9509Processed with VSCOcam

img-20140525-00152

Untuk memudahkan pengunjung, taman ini menawarkan beberapa pilihan paket wisata.  Untuk harga dan sebagainya bisa dilihat di website resmi mereka di www.mekarsari.com

Ada baiknya jika kita hendak ke Mekarsari, kita kunjungi dulu websitenya untuk mendapatkan info mengenai buah apa yang sedang musim panen di mekarsari.

dsc_9514
dsc_9539

Setelah berkeliling kebun buah, kita diturunkan di Area Danau Mekarsari. Di danau ini kita bisa main Fruity Boat, Banana Boat, Perahu Kano, Perahu Naga dan Outbound dengan harga tiket mulai dari Rp. 15.000,- sampai dengan Rp 65.000,-.

mekar-sari-06

Satu lagi yang harus diingat, semua pembayaran di area Taman Buah Mekarsari dilakukan dengan sistem deposit uang. Jadi, ketika kita membeli tiket masuk, kita akan mendapatkan gelang yang berfungsi sebagai alat pembayaran. Gelang ini akan discan setiap kali kita melakukan pembayaran untuk membeli tiket, jajan, atau membeli oleh-oleh.

dsc_9531

Namun kita tidak perlu khawatir. Apabila uang kita tidak terpakai, maka pada saat pulang, kita bisa mengembalikan gelang dan menerima sisa uang deposit kita.

Setelah puas mengelilingi area sekitar danau, kita bisa kembali menaiki kereta keliling menuju lokasi lainnya. Cukup tunjukkan cap yang ada di tangan kita.

Sampai di lokasi awal kita datang, kita bisa mengunjungi menara pemantau, plaza air mancur, dan arena permainan.

mekar-sari-17mekar-sari-16mekar-sari-15mekar-sari-13
mekar-sari-07
mekar-sari-08mekar-sari-09dsc_9616mekar-sari-10dsc_9619mekar-sari-20

Anda pecinta buah? Sudahkah mengunjungi Taman Buah mekarsari ini?

 

Rafting: Nothing To Be Afraid Of

Rafting. It’s been such a long time since I want to try this kind of experience. Before, I just watched it from TV or vids, but now, it’s my chance to feel it by myself. How excited that will be. On the other hand, A little bit scary. There is some fear creep through my mind.

That day, we gathered in Bogor. For someone who live in Jakarta, I should take the train to get there. Then, I leave the rest to others who knew the route.

It was arrange by my friend, Tari. She is very familiar with adventurous things like this. She loves outdoor activities and engages with nature. It really nice to befriend with someone like her.

Anyway, we went to the site… got our gear, put them on, and brought it to the river downhill. Since it was a first time for me, guides were there to explain some things that we need to know and do it during rafting. We listened well, and be ready for whatever ahead of us in the river.

 

After the brief explanation, I kept things in mind for next rafting. In the future, I have to wore a comfortable outfit, sport shoes, swimming cap, for I wore hijab, and physical preparation before the D-Day. Because that time, I missed all that.

rafting2

Enjoy every moment of it!

Once I got on board, I just can’t wait. Rafted along the river, waited for big stream, avoided some big rocks or crashed between team and enjoyed the surrounding view

It was sooo thrilled and full of excitement. Couldn’t describe how I felt that day. The view is so beautiful. The cliffs, the trees, the rocks, and the waterfall. I just couldn’t ask for more. During this kind of excitement and admiration, I felt very grateful to GOD, for giving me such amazing view in the world where I live in.

29663_1385061399320_1615568976_899599_5756457_n

The waterfall…

Before going home, last but not least, trying to raft using banana boat. Wow, it was so hard to handle it. I felt like I was going to fall to the river. And yes, I did.

The banana boat was upside down, I was afraid, and I was like just lying there on the surface of the river, drifted by the stream while avoiding branches and rocks around me. Waiting for someone to rescue me.

But, it was not as scary as I thought it will be. If I got another chance to try it again, I am  definitely gladly said YES, off course!

Rafting in a banana boat. Sooooo fun!

Rafting in a banana boat *me, in front * Sooooo fun!

There is nothing to be afraid of. There is no fear that can’t be resolved. As long as I have positive mindset. And take challenge as a new way to learn new things.