Hari semakin sore. Setelah beramah tamah dengan nemo dan teman-temannya, kami melanjutkan petualangan menuju Pulau Kelagian Lunik. Lunik adalah bahasa Lampung yang berarti Kecil, makanya Pulau Kelagian Lunik juga dikenal sebagai Pulau Kelagian Kecil.
Sesaat setelah perahu bersandar, kami serta-merta berpencar mencari spot terbaik untuk menikmati pemandangan di sekitaran Pulau Kelagian Lunik.
Pulau ini hampir seperti Pulau Kiluan, pulau kecil dengan hamparan pasir putih yang halus. Air laut yang biru transparan karena teramat jernihnya. Ombak yang tenang dan bukit-bukit di kejauhan.
Entah sudah berapa kali saya menyebut kata indah sejak pertama kali menjejakkan kaki di Lampung. Mulai dari di Bakaheuni, Teluk Kiluan, Pantai Gigi Hiu, Pulau Kiluan, dan Pulau Pahawang kecil. Tapi sungguh, benar-benar indah. Mungkin karena saya terbiasa melihat kemacetan di Jakarta, pemandangan gedung-gedung bertingkat, orang-orang yang berdesakan di angkutan umum, atau gemerlap mall-mall mewah yang bertebaran di Jakarta yang saya anggap tidaklah indah.
Maka, tepat rasanya jika Pulau Kelagian Lunik ini kami manfaatkan sebagai tempat terakhir kami di Lampung untuk melepas segala kepenatan dari kesibukan dan rutinitas kami di kota Jakarta.
Mengingat kami ke pulau ini di hari Selasa, maka tidak ada pengunjung lain di pulau ini selain kami. Serasa pulau pribadi. Seperti halnya di Pulau Kiluan.
Kami bebas bermain, berlari kesana-kemari. Bahkan tiduran di hamparan pasir pantai yang putih nan halus dengan sesekali diserbu ombak yang seakan menggelitik tubuh kami.
Ingin rasanya waktu berhenti sesaat dan biarkan kami menikmati keindahan dan ketenangan ini sedikit lebih lama lagi. Membayangkan esok hari, kembali ke rutinitas kami di kota Jakarta, rasanya sungguh tak ingin beranjak pergi tuk kembali.
Pada akhirnya, mentari pun mulai meninggalkan kami. Memperingatkan kami untuk kembali ke kenyataan hidup yang harus kami jalani. Dan kami pun, dengan berat hati, meninggalkan Pulau ini untuk snorkeling terakhir kali sebelum meninggalkan Lampung.
Pak Parto kemudian membawa kami menuju tempat yang disebut sebagai Cukuh Bedil. Disini kami pun disambut dengan berbagai ikan arna-warni. Bahkan saya sempat menemukan dan memegang bintang laut indah berwarna ungu. namun, kasihan rasanya jika ia harus berlama-lama dengan kami, maka secepatnya kami kembalikan ia ke habitatnya.
Disini kami tidak bisa berlama-lama snorkeling, selain karena semakin senja, ubur-ubur pun mulai menunjukkan batang hidungnya. Banyak sekali ubur-ubur kecil yang dengan baiknya menyapa kami dengan sengatan-sengatannya.
Maka, kami anggap itu peringatan terakhir bagi kami untuk meninggalkan kawasan ini.