Padusi, Story of Three Strong Women

That day, I got a rare chance to watch a remarkable musical theater titled “Padusi.” The story is about a women legend in Minang (Padang), Indonesia.

Padusi itself, means woman in Minang language.  It was a story about tradition that still live in there until today. It is about 3 different story, 3 women, 1 fight.

So it was all about the power of women. Women are not that weak, we are a strong person, not differ than men. But we do realize our destiny as woman.

Padusi

Just like Puti Bungsu who live her life as human as best as she can as Malin Deman wife, but not gave up her dream to go back to the place where she was coming from, as a fairy.

Or like Siti Jamilan who really respect her husband (Lareh Simawang), trust him, and loyal to him until the very end of her life.

Or just like Sabai Nan Aluih who strongly  refused to be married to some old man named Rajo nan Panjang, eventhough he had a great power and feared by others (somehow it reminds me of the story Siti Nurbaya and Datuk Maringgih).

Even in the end, Sabai is bravely confronted him and took revenge on him for the death of his father Rajo Babandiang.

IMG-20130511-WA0003What impress me is the show was awesomely beautiful and simply touching. A simple decoration, a colorful songket (a traditional fabric from Padang), a meaningful dance, and a very touching music were completed by a strong performance from the actors, actresses, and dancers.

My feeling is being like on a rollercoaster throughout the show. I felt lots of emotion in the same time. All the cast and crew were doing great for turned me like that.

Padusi made me want to watch some more.

This is one of short review which I like from The Jakarta Post:

In the story, the titular character Padusi arrives in Padang on a plane from Jakarta. She is recently widowed and wants to rediscover her cultural heritage in the land of her ancestors.

During her visit, she encounters legends from local folktales, which are represented by three vignettes in the play.

 

The first is about Puti Bungsu, a fairy who is stranded after her wings are stolen and hidden by Malin Deman, while she bathes at a pond with her sisters.

 

Puti Bungsu is later forced into marriage with Malin Deman, a man dependent on his mother. Even after giving birth to her son, Malin Duano, Puti Bungsu never stops looking for her stolen wings.

 

The second story, which is related to the first, follows Malin Deman, who leaves his village to look for Puti Bungsu. He meets the womanizing Lareh Simawang, who intends to marry another woman despite already having an expectant wife, Siti Jamilan, and two children.

 

After discovering that her husband wishes to marry a younger woman, the pregnant Siti Jamilan decides to kill herself and her two children. Lareh Simawang is deeply shocked by his wife’s actions and loses his mind.

 

In the third and final encounter with the legends, Padusi observes the story of the beautiful and kindhearted Sabai Nan Aluih, who refuses to be betrothed to an elderly aristocrat, Rajo Nan Panjang. Her betrothal was demanded as a payment for the debts of her father, Rajo Babandiang.

 

In the final scene, Padusi talks with Malin Deman and Lareh Simawang. She imparts the lesson she has learned from the women.

 

I am not a woman that can be bought with wealth and power, or can be judged,” Padusi says, both to herself and the men.

 

dsc_6601dsc_6603There is a well said from Tom Ibnur (Padusi choreographer) which I strongly agreed,

We, as artist can not walk alone.

We need partner and support…

So, rather than being angry when our culture is claimed by others,

lets support each other to conserve our culture.

If it’s not us, who else?

If It’s not now, when will?

 

 

Stories from Minangkabau Through the Ages

Padusi, Tiga Kisah Legenda Ranah Minang

Donor Sekarang, Setetes Darah Anda Nyawa Mereka

Donor Darah.

Rasanya frasa ini sering kali kita dengar di dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi, pernahkah kita melakukannya? Sebagian orang mungkin pernah, setidaknya sekali dalam hidupnya mendonorkan darah mereka, Sementara itu masih banyak juga orang yang “belum berani” mendonorkan darahnya.

Kenapa saya mengatakan belum berani? Karena sebagian masyarakat kita masih takut dan ragu-ragu untuk mendonor. Mereka masih memercayai mitos-mitos yang sampai saat ini, sayangnya, masih berkembang di masyarakat. Padahal, faktalah yang seharusnya kita percayai, bukan mitos. Untuk mengetahui fakta-fakta yang membantah mitos tersebut, bisa dibaca di kompas.com

Sebenarnya, apa sih donor darah itu? menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, do·nor n 1 penderma; pemberi sumbangan; 2 penderma darah (yang menyumbangkan darahnya untuk menolong orang lain yang memerlukan). Jadi, donor darah artinya adalah penderma darah.

Bagi saya, hal ini cukup menggiurkan. Bagaimana tidak, di otak saya, terpikir bahwa saya bisa menjadi seorang penderma, meskipun saya mungkin tidak punya materi untuk didermakan dalam artian materi disini adalah uang dsb.

Ditambah lagi iming-iming bahwasanya darah yang kita dermakan bisa menyelamatkan nyawa atau kehidupan orang lain. Yang artinya, keberadaan saya bisa bermanfaat bagi orang lain, walaupun dalam bentuk setetes darah saja. Dari situlah saya memberanikan diri, menguatkan hati, menyiapkan fisik, lalu mengambil seribu langkah menuju kantor PMI DKI Jakarta.

Apa sih syaratnya kalau saya mau mendonorkan darah? Hal itu yang pertama terbersit dalam benak saya ketika berniat mendonorkan darah.

Menurut Palang Merah Indonesia, kriteria umum yang ditetapkan PMI adalah sebagai berikut.

  • Calon donor harus berusia 17-60 tahun,
  • Berat badan minimal 45 kg
  • Tekanan darah 100-180 (sistole) dan 60-100 (diastole).
  • Jika berminat, calon donor dapat mengambil dan menandatangani formulir pendaftaran; lalu menjalani pemeriksaan pendahuluan seperti kondisi berat badan, HB, golongan darah; serta dilanjutkan dengan pemeriksaan dokter.
  • Jika lulus, barulah darah dan contoh darah diambil.
  • Namun, harus diingat, demi menjaga kesehatan dan keamanan darah, individu yang antara lain memiliki kondisi seperti alkoholik, penyakit hepatitis, diabetes militus, epilepsi, atau kelompok masyarakat risiko tinggi mendapatkan AIDS serta mengalami sakit seperti demam atau influensa; baru saja dicabut giginya kurang dari tiga hari; pernah menerima transfusi kurang dari setahun; begitu juga untuk yang belum setahun menato, menindik, atau akupunktur; hamil; atau sedang menyusui untuk sementara waktu tidak dapat menjadi donor.

Lalu bagaimana prosedur donor darah? Ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Berikut ini merupakan prosedur donor darah yang saya kutip dari website PMI DKI Jakarta dan yang sudah saya alami sendiri ketika donor darah untuk pertama kalinya.

PROSEDUR DONOR DARAH

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN 

  • Mengisi formulir pendaftaran * pulpen disediakan, jangan lupa membawa KTP * di lobi kantor PMI.
Lobby PMI DKI Jakarta

Lobby PMI DKI Jakarta

  • Serahkan form ke petugas pencatat, tunggu hingga nama saya dipanggil
  • Selagi menunggu, timbang berat badan
  • Pemeriksaan kadar HB

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH

Siap untuk dicek gol darah. Tapi sekarang alatnya sudah canggih, seperti pulpen, dan tidak terasa sakit.

Setelah selesai dan lolos kualifikasi, tunggu di ruangan selanjutnya hingga nama atau nomor urut saya dipanggil.

PEMERIKSAAN DOKTER

  • Pemeriksaan tekanan darah
  • Riwayat medis
  • Pemeriksaan fisik sederhana

Setelah lolos dari pemeriksaan dokter, saya dipersilakan masuk ke ruangan donor. Sebelum itu, saya diwajibkan mencuci kedua lengan saya dengan sabun agar lebih steril.

PENGAMBILAN DARAH

Perawat kemudian memanggil nama saya dan memersilakan untuk berbaring di tempat yang sudah disediakan. Biasanya, bagi pendonor lama, perawat langsung menanyakan, di lengan mana pengambilan darah biasanya dilakukan.

Sementara untuk pendonor pemula, perawat menjelaskan bahwa beliau akan mencoba mengambil darah di salah satu lengan, jika pembuluh darah sulit ditemukan, maka perawat akan menyarankan untuk mencoba di lengan yang satunya lagi.

Alhamdulillah, saat perawat mencoba di lengan kiri saya, transfusi sudah bisa dilakukan, saya hanya tinggal menunggu sambil berbaring dan menonton TV dan sesekali bertanya tentang ini-itu ke sang perawat. Selang berapa lama, kantung sudah terisi penuh, dan selesailah proses pengambilan darah.

Perawat menanyakan apakah saya pusing atau ada keluhan lain yang tidak wajar. Jika iya, maka beliau memmersilakan saya untuk berbaring dan beristirahat terlebih dahulu. Jika tidak, seperti saya, maka bisa lanjut ke proses selanjutnya.

PENGAMBILAN KARTU DONOR

Ini saatnya mengambil kartu donor. Warna kartu donor disesuaikan dengan golongan darah. Berhubung saya bergolongan darah AB, maka kartu saya berwarna kuning. Di dalam kartu donor juga diselipkan semacam ‘voucher’ makan.

ISTIRAHAT : HIDANGAN RINGAN

Darah sudah diambil, kartu sudah ditangan. Sekarang saatnya menuju cafetaria pendonor dan menikmati hidangan ringan. Yang, bagi saya sebenarnya tidak ringan. Bayangkan saja, mie, telur rebus, susu coklat, air putih siap mengisi perut.

Saya hanya perlu duduk, lalu pelayan akan mengambil ‘voucher’ makan dan mengantarkan hidangan tersebut langsung ke meja saya. Tempatnya pun, cukup cozy, untuk ukuran sebuah cafetaria.

PULANG

Ketika nampan yang tadinya penuh ‘mendadak’ kosong, itu menandakan waktunya saya untuk pulang. Tuntas sudah urusan saya. Lega, itulah yang saya rasakan. Akhirnya bisa juga donor darah, setelah 3x ‘ditolak’ dengan berbagai alasan.

Tidak ada rasa lemas, pusing, mual, ataupun yang lainnya seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Saya justru merasa bugar, sepertinya energi positif mengaliri tubuh dan jiwa saya. Sekarang tinggal menunggu 3 bulan lagi, untuk saya mendonorkan darah kembali.

Jangan takut untuk mendonorkan darah, karena banyak manfaat positif yang kita peroleh darinya. Sesegera mungkinlah kita mendonorkan darah.

Ingatlah bahwa, setetes, ingat, bukan sekantung tapi se.te.tes darah kita bisa menyelamatkan nyawa seseorang, dan saya jelas percaya hal itu. Walaupun, takdir hidup seseorang tetaplah hanya kuasa ALLAH SWT.

Mama saya merupakan contoh nyata, bukti hidup, bahwasanya darah orang lain telah menyelamatkan nyawa beliau dan nyawa adik saya. Jika saja, saat Mama melahirkan adik saya, dan tidak ada orang yang mendonorkan darahnya untuk Mama, maka wallahua’lam, entah apa yang akan terjadi pada mereka berdua.

Jadi, sekali lagi, jangan takut untuk donor darah. Segera datangi kantor PMI terdekat atau mobil unit darah atau unit-unit donor darah lainnya yang terdekat dari rumah kita.

PMI DKI JAKARTA
Jl. Kramat Raya No. 47 Jakarta Pusat 10450
Telp.: (021) 3906666 (Hunting)
Fax.: (021) 3101107
Email: info@pmidkijakarta.or.id

Blood for life.

If you donate money, you give food, clothes, or home for living. It’s all for a better life.

But if you donate blood, you give life. A new chance for life to live.